Kabupaten Malang, tajukjurnalis.net- Telah terjadi dugaan penipuan yang menimpa Ali Muhyin dalam transaksi pembelian tanah kavling berukuran 6×12 meter yang berlokasi di Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Transaksi tersebut berlangsung pada tanggal 1 Januari 2022 dengan nilai sebesar Rp60 juta. Pembayaran dilakukan secara langsung di hadapan notaris yang berkantor di wilayah Blora, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Pada saat itu, antara kedua belah pihak juga telah dibuatkan surat perjanjian jual-beli yang berlaku selama tiga bulan.
Namun setelah batas waktu perjanjian berakhir, pihak penjual, Sri Astutik, tidak kunjung meningkatkan status surat perjanjian tersebut ke dalam akta jual-beli resmi. Sri Astutik kerap memberikan berbagai alasan agar terhindar dari desakan yang dilakukan oleh Ali Muhyin. Sikap tersebut mulai menimbulkan kecurigaan, namun Ali Muhyin masih mencoba bersikap kooperatif hingga akhirnya justru menjadi korban penipuan untuk kedua kalinya.
Penipuan kedua terjadi ketika Sri Astutik meminta bantuan kepada Ali Muhyin untuk meminjam Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Saiful, dengan dalih akan ditunjukkan kepada rekannya sebagai syarat agar bisa mendapatkan pinjaman uang. Dalam pernyataannya, Sri Astutik meyakinkan bahwa SHM tersebut tidak akan digadaikan, hanya untuk formalitas agar mendapat kepercayaan dari calon pemberi pinjaman. Karena kepiawaian Sri Astutik dalam meyakinkan orang, akhirnya Saiful pun bersedia meminjamkan SHM miliknya.
Menurut Saiful, dirinya tidak memiliki kecurigaan sedikit pun terhadap Sri Astutik yang ternyata merupakan seorang penipu ulung. Namun beberapa waktu kemudian, pihak keluarga dari pemilik SHM, yakni Ibu Lilis dan Juliasukarno, mengancam akan melaporkan Ali Muhyin dan Sri Astutik ke Mapolres Pasuruan jika SHM tersebut tidak segera dikembalikan. Sejak saat itu, berbagai upaya telah dilakukan agar sertifikat dikembalikan, namun Sri Astutik selalu memberikan alasan yang tidak masuk akal.
Setelah dilakukan penelusuran oleh Ali Muhyin, diketahui bahwa SHM yang dipinjamkan itu ternyata telah digadaikan kepada seorang oknum dari Dinas Perhubungan (Dishub) dengan inisial IWN, yang bertugas di Surabaya. Ketika Saiful meminta kembali sertifikat tersebut, IWN menolak dan menyatakan bahwa ia tidak akan mengembalikannya. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa sertifikat telah disalahgunakan tanpa sepengetahuan pemilik aslinya.
Hingga berita ini dipublikasikan, pihak pengembang atau developer tanah belum memberikan keterangan resmi terkait masalah tersebut. Ali Muhyin dan Saiful masih berharap agar kasus ini bisa segera ditangani oleh aparat penegak hukum dan hak atas tanah maupun sertifikat dapat dikembalikan sebagaimana mestinya.
(Saiful Anwar)