Mojokerto, tajukjurnalis.net- Isu dugaan praktik “tangkap lepas” terhadap pelaku penyalahgunaan narkoba berinisial B, R, dan D di lingkungan Polres Mojokerto Kota menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan masyarakat. Salah satunya datang dari Ketua Fast Respon Indonesia Center (FRIC) Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Jawa Timur, yang menilai bahwa langkah tersebut—jika benar terjadi—dapat mencoreng citra dan integritas institusi kepolisian dalam penegakan hukum, khususnya di bidang pemberantasan narkotika.
Informasi yang beredar di kalangan pegiat sosial dan aktivis anti-narkoba menyebutkan, seorang terduga pengguna narkoba sempat diamankan oleh petugas Polres Mojokerto Kota beberapa waktu lalu. Namun, bukannya diproses sesuai prosedur hukum, terduga justru dikabarkan dilepaskan begitu saja tanpa kejelasan status hukum maupun tindak lanjut perkara.
Menanggapi hal tersebut, Ketua FRIC DPW Jatim, Imam Arifin, menyampaikan keprihatinan mendalam dan meminta kepolisian untuk bersikap transparan dalam setiap proses hukum yang melibatkan penyalahgunaan narkotika.
“Kami dari FRIC Jatim menyoroti serius dugaan adanya praktik tangkap lepas ini. Jika benar terjadi, ini bukan hanya pelanggaran etik, tetapi juga dapat melemahkan upaya pemberantasan narkoba yang selama ini digaungkan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum,” ujar Imam Arifin saat dihubungi wartawan, Selasa (21/10/2025).
Imam menegaskan, pihaknya akan segera melayangkan surat resmi kepada Kapolda Jawa Timur untuk meminta klarifikasi serta evaluasi terhadap jajaran Polres Mojokerto Kota. Menurutnya, langkah tersebut penting agar publik tidak kehilangan kepercayaan terhadap aparat penegak hukum di daerah.
“Kami mendorong Polda Jatim melakukan pemeriksaan internal. Jangan sampai ada aparat yang bermain mata dengan pelaku narkoba. Karena kalau ini dibiarkan, akan muncul preseden buruk di tengah masyarakat,” tegasnya.
Ketua FRIC itu juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap kasus-kasus narkotika di tingkat polres. Ia menilai, publik selama ini sulit mengakses informasi mengenai proses hukum yang berjalan, sehingga menimbulkan kecurigaan adanya praktik tebang pilih.
“Masyarakat berhak tahu sejauh mana proses hukum berjalan. Jangan hanya ada penangkapan di lapangan, tapi ujungnya tidak jelas,” tambahnya.
Beberapa sumber di Mojokerto yang enggan disebutkan namanya mengaku sempat melihat aktivitas penangkapan terhadap seseorang yang diduga terlibat penyalahgunaan narkoba. Namun hingga kini, belum ada rilis resmi dari pihak kepolisian mengenai hasil penangkapan tersebut.
Sementara itu, upaya konfirmasi media kepada Kasat Resnarkoba Polres Mojokerto Kota belum membuahkan hasil. Beberapa kali dihubungi melalui pesan singkat maupun sambungan telepon, pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan praktik “tangkap lepas” ini.
Kasus ini menjadi perhatian publik lantaran wilayah Mojokerto dikenal sebagai salah satu daerah dengan tingkat peredaran narkoba yang cukup tinggi di Jawa Timur. Data dari BNN Provinsi Jawa Timur pada tahun sebelumnya menunjukkan adanya peningkatan signifikan jumlah kasus penyalahgunaan narkotika di wilayah tersebut.
FRIC menegaskan akan terus mengawal kasus ini dan mendorong adanya transparansi penuh dari pihak kepolisian. Mereka juga berencana menggelar audiensi dengan instansi terkait serta melakukan investigasi lapangan untuk memastikan kebenaran dugaan tersebut.
“Kami tidak akan tinggal diam. Kalau perlu, kami akan kumpulkan bukti dan laporkan ke Divisi Propam Polda Jatim. Aparat harus bersih, karena mereka adalah garda terdepan dalam memberantas narkoba,” tutup Imam Arifin.
Hingga berita ini diterbitkan, Kapolres Mojokerto Kota belum memberikan pernyataan resmi terkait tudingan “tangkap lepas” kasus narkoba tersebut. Publik kini menanti langkah tegas dari Polda Jawa Timur untuk memastikan penegakan hukum di daerah tetap berjalan sesuai aturan dan prinsip keadilan.
(Redaksi)