SAMPANG, tajukjurnalis.net –
Ribuan massa dari berbagai desa di Kabupaten Sampang menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Sampang, Selasa (28/10/2025). Mereka mendesak agar Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) tetap digelar pada tahun 2026, menolak adanya penundaan yang dianggap tidak transparan dan sarat kepentingan politik.
Aksi yang dimotori oleh Forum Aktivis Madura (FAM) dan Aliansi Masyarakat Desa Bersatu (AMDB) ini sempat berlangsung tegang. Massa yang berorasi menuntut kejelasan jadwal Pilkades, memaksa masuk ke halaman kantor DPRD, hingga terjadi aksi saling dorong dengan aparat kepolisian. Situasi memanas saat petugas menembakkan gas air mata untuk mengurai kerumunan.
Tuntutan Massa: Pilkades Harus Jalan
Koordinator aksi, Mahrus, menegaskan bahwa penundaan Pilkades yang telah berlangsung sejak tahun 2021 menyebabkan stagnasi kepemimpinan di tingkat desa. Ia menyebut sebanyak 143 desa di Sampang masih dipimpin oleh Penjabat (Pj) Kepala Desa tanpa kejelasan pelaksanaan Pilkades definitif.
“Kami menuntut DPRD dan Pemkab Sampang segera menyiapkan anggaran Pilkades di APBD 2026 dan tidak lagi menunda-nunda pelaksanaan. Kalau soal dana terbatas, masyarakat siap membantu asalkan aspirasi kami dijalankan,” ujarnya di hadapan massa.
Mahrus juga menyinggung SK Bupati Sampang Nomor 188.45/272/KEP/434.013/2021 yang menjadi dasar penundaan Pilkades Serentak 2021. Ia menilai keputusan tersebut mencederai prinsip demokrasi desa sebagaimana amanah Pasal 4 Undang-Undang Desa.
Wabup Turun Langsung Temui Massa
Kericuhan mereda setelah Wakil Bupati Sampang turun langsung menemui massa aksi. Dalam pertemuan singkat itu, Wabup menyampaikan apresiasi atas penyampaian aspirasi yang tertib dan berjanji menindaklanjuti seluruh tuntutan kepada Bupati dan DPRD Sampang.
“Pemerintah daerah akan berusaha mencari solusi terbaik dan menindaklanjuti apa yang menjadi keluhan masyarakat,” ujar Wabup di hadapan pengunjuk rasa.
Sementara Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Rofi, menilai absennya Bupati H. Slamet Junaidi dan Ketua DPRD Rudi Kurniawan sebagai bentuk ketidakhadiran moral terhadap rakyat.
Ia berharap pemerintah tidak menutup mata terhadap desakan publik yang menuntut kejelasan jadwal Pilkades di tahun 2026.
Sorotan Publik: Transparansi dan Akuntabilitas
Aksi besar ini menjadi sorotan masyarakat karena dianggap sebagai cerminan keresahan publik terhadap kebijakan pemerintah daerah. Sejumlah aktivis menilai penundaan Pilkades berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum, melemahkan tata kelola pemerintahan desa, serta berpotensi disalahgunakan oleh pihak tertentu.
Massa aksi menegaskan bahwa perjuangan mereka merupakan bentuk konstitusional masyarakat desa untuk mempertahankan hak demokrasi. Mereka juga berkomitmen menyampaikan aspirasi secara damai dan tertib sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Hairil Anwari














