SAMPANG – TajukJurnalis.Net
Penanganan kasus dugaan korupsi penggelapan honor Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, yang menyeret mantan kepala desa berinisial DI, memasuki babak memalukan bagi aparat penegak hukum. Meski hasil audit Inspektorat telah memastikan adanya kerugian negara sejak 14 Juni 2024, hingga pertengahan Mei 2025, tak ada satu pun tersangka yang ditetapkan oleh Polres Sampang.
Ketua L-KPK Mawil Sampang, H. Suja’i Tansil, mengungkap bahwa Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) telah diterbitkan sejak 23 Januari 2024, namun hingga kini, pihak penyidik Tipidkor Polres Sampang hanya memberikan jawaban berulang: “proses sedang berjalan”.
“Ini bukan proses hukum, ini proses pembiaran,” kecam Suja’i, Selasa (13/5/2025), kepada sejumlah media.
Ironisnya, Suja’i menyebut pihak Polres sempat mengklaim SPDP telah dikembalikan oleh Kejaksaan, namun fakta di lapangan membuktikan sebaliknya. Saat ia mengonfirmasi langsung, Kejari Sampang justru menyatakan belum menerima pengembalian SPDP apa pun. Ketidaksesuaian ini memperkuat dugaan publik bahwa ada “skema pengaburan” yang sengaja dilakukan penyidik untuk melindungi mantan kades tersebut.
“Kalau memang tidak ada yang ditutup-tutupi, kenapa status hukum mantan kades DI masih aman? Audit kerugian negara sudah jelas, saksi-saksi juga lengkap. Lantas apalagi yang ditunggu?” tegas Suja’i.
Ia menegaskan bahwa Polres Sampang harus bertanggung jawab penuh atas stagnasi hukum ini. Bahkan jika perlu, Kapolda Jatim Irjen Pol Nanang Avianto dan Dirkrimsus diminta turun langsung mengambil alih perkara tersebut. Sebab, publik kian menilai bahwa penegakan hukum di Sampang sedang mengalami degradasi akut.
L-KPK Mawil Sampang juga menyatakan telah menjalin komunikasi dengan berbagai LSM dan unsur masyarakat sipil di Jawa Timur untuk segera menggelar aksi demonstrasi di Mapolda Jatim. Aksi ini ditujukan untuk mendesak pertanggungjawaban, bukan hanya dari penyidik Polres Sampang, tetapi dari seluruh jajaran yang terlibat dalam pembiaran hukum ini.
“Kalau polisi tidak bisa menegakkan hukum terhadap aparat desa korup, lalu kepada siapa lagi masyarakat bisa berharap? Kami tidak akan berhenti,” tutupnya.
Hairil Anwari