Surabaya, tajukjurnalis.net- Hubungan antara penegak hukum dan awak media kembali memanas. Kasat Lantas Polrestabes Surabaya, AKBP Galih Bayu Raditya, S.I.K., M.H., diduga memblokir nomor WhatsApp salah satu Pemimpin Redaksi (Pemred) media online di Surabaya setelah pemberitaan mengenai kemacetan parah di kawasan Jalan Ngaglik mencuat ke publik.
Peristiwa ini terjadi pada Jumat, 10 Oktober 2025. Berdasarkan informasi yang dihimpun redaksi, sang Pemred sebelumnya menulis laporan lapangan terkait situasi lalu lintas di Jalan Ngaglik pada pukul 16.45 WIB hingga menjelang Magrib. Dalam laporannya, ia menggambarkan kondisi lalu lintas yang semrawut dan padat, tanpa kehadiran petugas Satlantas di lokasi yang dikenal rawan pelanggaran — mulai dari pengendara melawan arus hingga penggunaan helm tidak standar.
Melihat situasi tersebut, Pemred tersebut bahkan turun tangan langsung membantu mengatur arus kendaraan, agar tidak terjadi penumpukan dan potensi kecelakaan. Aksi spontan itu dilakukan dengan itikad baik, sembari berharap aparat kepolisian segera hadir mengatur situasi.
Namun, beberapa jam setelah berita tersebut tayang, muncul kabar bahwa Kasat Lantas AKBP Galih Bayu Raditya justru memblokir nomor WhatsApp sang Pemred. Tindakan ini pun memicu tanda tanya besar di kalangan jurnalis. Banyak pihak menilai, sikap tersebut mencerminkan ketidaksiapan menerima kritik konstruktif, terutama yang berkaitan dengan pelayanan publik di bidang lalu lintas.
“Padahal, tujuan kami hanya ingin mengingatkan agar lalu lintas di kawasan Ngaglik bisa lebih tertib dan aman. Tapi justru responnya seperti itu,” ujar seorang jurnalis yang enggan disebut namanya.
Pantauan lanjutan awak media pada sore hari di lokasi yang sama juga menunjukkan minimnya upaya konkret dari petugas Satlantas untuk mengurai kemacetan. Beberapa anggota yang datang ke lokasi terlihat hanya mengambil dokumentasi foto, tanpa melakukan penertiban terhadap pelanggar lalu lintas.
Kondisi ini kemudian menuai kritik tajam dari masyarakat dan kalangan media. Mereka menilai Polrestabes Surabaya, khususnya jajaran Satlantas, perlu melakukan evaluasi internal agar pelayanan publik tidak berhenti pada formalitas semata.
“Media itu bukan musuh, tapi mitra strategis dalam mengedukasi masyarakat. Kalau dikritik lalu malah blokir, itu justru menimbulkan kesan tidak profesional,” tutur seorang pengamat media di Surabaya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Satlantas Polrestabes Surabaya belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pemblokiran tersebut.
Masyarakat berharap AKBP Galih Bayu Raditya dapat memberikan klarifikasi terbuka serta memperbaiki komunikasi dengan insan pers, demi terciptanya hubungan yang harmonis antara penegak hukum dan media — dua pilar penting dalam menjaga ketertiban, keselamatan, dan kenyamanan warga Kota Surabaya.
(Redaksi)