Tajukjurnalis.net, Sampit Kalteng – Beberapa pekan lalu, media ini melangsir pemberitaan antara Budiono dan Megawati sang ibu, serta Atut sang kakek, yang mencoba mengingkari perjanjian dan kesepakatan bersama M. Alpian yang telah berupaya membantu mengurus dan mengembalikan hak atas lahan perkebunan yang telah diklaim oleh PT KMA Selatan, yang saat ini telah dimiliki kembali dan dipetik hasilnya setiap bulan.
Tapi sayangnya, mereka bertiga ini ibarat kacang lupa akan kulitnya, karena telah berada di zona nyaman hingga lupa dan bahkan tak bisa lagi dihubungi dengan berbagai macam alasan.
M. Alpian yang dikonfirmasi media ini via telepon membenarkan hal itu, bahwa alasan Budiono adalah dirinya dilarang oleh pengacaranya untuk menerima telepon. Dan bahkan, menurut M. Alpian, saat Budiono dan ibunya menerima kembali lahan perkebunan mereka atas upaya kami, saat itulah Budiono sulit dihubungi dan memblokir nomor HP saya.
Alpian juga menambahkan bahwa dulu, saat mereka susah dan pertama minta tolong (Budiono dan keluarga, Red), kami mengurus dan membantu urusan mereka dengan biaya kami sendiri. Bahkan rokok Budiono pun sering kami yang memberi. Jika ban motor Budiono pecah, itu kami juga yang membelikannya ban motor yang baru.
Boleh dikata, saat itu di awal-awal mengurus kasus mereka, jika bisa kami disuapi makan, mungkin dilakukan pula saat itu. Saking berharapnya mereka sekeluarga kepada kami, agar kasus mereka kami selesaikan dengan baik, tegas Alpian.
Ditanya soal kasus ini apakah masih berlanjut atau tidak, Alpian mengatakan bahwa kasus ini belum bisa dikatakan selesai karena pengingkaran dan pelanggaran kesepakatan secara berturut-turut dengan sengaja oleh pihak Budiono dan ibunya, Darmawati, dilanggar dan tidak ditaati.
Semisal:
Tanggal 5 Mei 2025, membuat perjanjian palsu yang disaksikan Dewan Adat sebagai saksi, dengan berani mengatasnamakan Atut (kakeknya) untuk melakukan negosiasi yang ditandatangani di atas kertas bermaterai, lalu diingkari. Dan ini terindikasi tindakan pidana penipuan yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan kata maaf.
Bertindak atas nama Atut sebagai pemilik lahan, untuk tidak mengakui surat kuasa dan pernyataan tertanggal 21 Desember 2021 yang ditandatangani Atut dan Alpian.
Menghianati dan mengingkari keputusan rapat mediasi 27 Juni 2025 di Sekretariat D.A.D. Mentaya Hulu, yang disaksikan Damang dan Mantir, di mana saat itu disepakati bahwa masalah ini dikembalikan kepada M. Alpian dan Atut agar bertemu untuk menyelesaikan masalah mereka. Tapi menurut Alpian, bahwa Budiono dan ibunya, bernama Darmawati, lagi-lagi tidak memperlihatkan itikad dan niat baik mereka, karena kakek Atut justru mereka bawa jauh ke desa lain agar tidak bisa bertemu dengan Alpian.
Budiono dan ibunya disinyalir melenyapkan barang bukti berupa surat asli perjanjian Atut dan Alpian yang terpisah dengan surat kuasa.
Itulah sebabnya saya melanjutkan kasus ini dengan melaporkan ke Dewan Adat Kabupaten Kotawaringin Timur pada tanggal 8 Juli 2025, karena ini sudah menyangkut harga diri. Mereka sangat meremehkan dengan kondisi saya yang seperti ini.
Kita berharap dan menunggu panggilan dari D.A.D. Kotim sampai satu bulan ini. Jika D.A.D. Kotim tak bisa memfasilitasi kami, orang kecil yang terhina ini, kami akan lanjutkan untuk melaporkan kasus ini ke Polda Kalteng.
Meski saya masih sangat yakin bahwa D.A.D. Kotim pasti memiliki kepedulian terhadap kami, masyarakat kecil.
Bersambung
(TIM)