Manado, tajukjurnalis.net- Ratu Solar Nini Als (Mami) santai saja saat di beritakan media online,dengan hal itu awak media mendapatkan informasi bahwa ratu solar diduga mendapat instruksi dari Oknum Tipidter Polda Sulawesi Utara untuk mengabaikan pemberitaan.Rabu,(23/07/2025).
Saat beberapa media memberitakan terkait mafia bbm subsidi Nini Als (Mami),sampai saat ini tidak ada tindakan dari Aph,awak media menelusuri ada apa di balik semua ini,dan kenapa mafia bbm ini tidak di sentuh APH,bahkan tempat menyimpan bbm nya pun tidak di temukan Aph saat mendatangi lokasi tempat penyimpanan bbm di desa warembungan yang hanya tersisa bekas tumpahan solar di lantai.
Padahal pemberitaan terkait mafia Nini ini sudah beredar dimana-mana bahkan sampai ke APH,namun harapan yang di tunggu-tunggu awak media untuk melihat penangkapan ratu solar ini musnah saat awak media di hubungi salah satu rekan dan mengatakan bahwa.Terkait dengan pemberitaan ratu nini sudah mendapat instruksi dari oknum tipidter polda sulut untuk mengabaikan pemberitaan.
“Kita dapa info langsung dari Nini,dia bilang so dapa instruksi dari tipidter Polda Sulut abaikan saja itu pemberitaan yang ada.”Ungkap salah satu rekan wartawan.
Terkait dengan hal ini penegakan hukum tidak akan pernah baik,jika benar ada Oknum terlibat untuk bekerja sama dengan para mafia hanya untuk kepentingan.
Masyarakat meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segerah menindak tegas para Oknum yang membackup mafia dalam bentuk apapun,karena Citra Institusi Kepolisian akan semakin di rusak oleh Oknum-oknum seperti itu.
Para oknum ini jelas sudah melanggar hukum bisa di jerat dalam undang undang yang berlaku yaitu :
Para tersangka kasus penimbunan BBM bersubsidi dijerat dengan Pasal 55 UU Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi. Pelaku terancam dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 60 milliar.
Secara yuridis, Pasal 51 – Pasal 58 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) telah menjelaskan adanya pasal-pasal tindak pidana. Tindak pidana tersebut dibagi dalam tiga jenis, yakni Pelanggaran, Kejahatan, dan Pidana tambahan.
Dalam penjelasannya, setiap orang yang melakukan penyimpanan BBM secara ilegal (tanpa Izin Usaha Penyimpanan) dapat dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp 30 miliar.
Sedangkan, setiap orang yang melakukan pengangkutan BBM secara ilegal (tanpa Izin Usaha Pengangkutan) dapat dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp 40 miliar.
Termasuk pelanggaran dalam kegiatan usaha migas sebagaimana disebutkan dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi adalah sebagai berikut:
Melakukan Survei Umum Tanpa Izin
Setiap orang yang melakukan survei umum harus berdasarkan izin dari pemerintah, berkenaan dengan wilayah kerja yang ditawarkan kepada badan usaha atau badan usaha tetap yang ditetapkan oleh menteri setelah berkonsultasi dengan pemerintah daerah. Jika tidak memiliki izin pemerintah diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling tinggi Rp10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah).
Tidak Menjaga Kerahasiaan Data Survei Umum Setiap orang yang mengirim atau menyerahkan atau memindahkan data yang diperoleh dari survei umum dan/atau eksplorasi dan eksploitasi yang merupakan milik negara dan dikuasai oleh pemerintah, kerahasian data tersebut berlaku selama jangka waktu yang ditentukan dalam kontrak kerjasama. Apabila hal ini dilakukan dalam bentuk apapun tanpa hak, maka dipidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling tinggi Rp10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah).
Setiap orang yang melakukan penyimpanan pada kegiatan usaha hilir migas tanpa izin usaha penyimpanan dari pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,- (tiga puluh miliar rupiah).
Menyalahgunakan Subsidi Pemerintah
Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,- (enam puluh miliar).
(Red/Tim)