Palu, Tajukjurnalis.net, Berawal dari pemindahan Habib Abd Rahman yang diduga penuh tekanan dan tanpa alasan dari Pondok Pesantren ALKHAIRAAT Bantuga, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah oleh Pengurus Besar ALKHAIRAAT, menuai protes jamaah hingga berakibat terjadinya amukan terhadap Mohsen Alaydrus, Ketua Umum Pengurus Besar ALKHAIRAAT, di Hotel Ananda Ampana pada 3 Agustus 2025.
Seorang kader ALKHAIRAAT menyatakan dengan tegas bahwa ummat tidak menerima Habib Abd Rahman dipindahkan karena tak pernah ada kesalahan. Dan menurutnya, Habib Abd Rahman pun tidak keberatan jika dipindah secara wajar, tanpa tekanan dan sarat kepentingan. Hal inilah yang memicu emosi jamaah hingga terjadi keributan dan penyerangan terhadap Ketua Umum PB ALKHAIRAAT, Mohsen Alaydrus, yang didampingi Sekjen Jamaludin Mariajang.
Sementara itu, Muliady Muhammad Djufri, Komisaris Wilayah ALKHAIRAAT Provinsi Kalimantan Tengah 2018–2023, sangat terkejut dengan kejadian ini.
Karena tidak pernah terjadi hal semacam ini di sepanjang sejarah perjalanan ALKHAIRAAT, di mana tidak nampaknya lagi kita sebagai kader yang senantiasa menjunjung tinggi adab. Dan dirinya lebih sangat menyayangkan lagi karena masalah internal ini dibawa-bawa sampai ke rana hukum yang secara tidak langsung mempertontonkan kegagalan kita dalam pembinaan internal organisasi. Apalagi didramatisir dengan menggunakan kata-kata “penyerangan”. Menurut alumni dan mantan dosen Fakultas Sastra Universitas Alkhaira’at ini, bahwa tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api. Artinya: apa yang dilakukan jamaah kita di Ampana itu adalah reaksi dari aksi berupa keputusan yang dikeluarkan PB ALKHAIRAAT untuk memindahkan Habib Abd Rahman yang dinilai sarat dengan kepentingan. Inilah yang harus dijelaskan ke publik, karena akibat keputusan ini hingga muncul reaksi spontan dari ummat. Dan saya tidak yakin reaksi ini direncanakan, tegas Muliady.
Masih menurut Muliady, bahwa janganlah kita mengalihkan opini publik dengan pencarian pembenaran sendiri. Sebab insiden ini terjadi karena sebab-akibat, jadi masing-masing kita harus intropeksi dan mengendalikan diri. Karena kita ini bersaudara, dan hal ini sangat memalukan dan secara tidak langsung mencederai perjuangan Guru Tua. Kita ini sudah banyak cobaan dan ujian, seharusnya kita berpegangan tangan dan merapatkan barisan untuk menjaga marwah suci dari perjuangan Guru Tua yang dengan tertatih-tatih membangun lembaga ini. Mari kita membuang semua sifat arogan dan diktator, serta merasa besar sendiri, ungkapnya. Dirinya juga berharap agar Ketua Utama segera turun tangan menggunakan hak prerogatif untuk meninjau kembali keberadaan individu-individu yang bercokol di dalam Pengurus Besar ALKHAIRAAT, yang secara perlahan-lahan mulai menjadikan lembaga ini kehilangan legitimasi dan kewibawaannya, secara eksternal maupun secara internal.
(TIM)