www.tajukjurnalis.net
Stigma yang terjadi di masyarakat penyumbang terbesar air keruh sungai adalah PETI ( Penambang Emas Tanpa Izin ) perlu kita benahi karena itu tidak selalu benar. Dalam kenyataannya sekarang muncul penomena baru di Merangin, penambang-penambang galian c di Merangin. Mereka melakukan aktivitas di sepanjang sungai- sungai di Merangin. Untuk di ketahui hampir setiap sungai di Merangin, ada galian c-nya. Ini tentu saja membuat masalah keruhnya air sungai tidak akan terselesaikan.
Sebagai contoh: galian-c di duga ilegal milik H. TK yang berada di simp, seling ini. Aktivitas yang dilakukan dari pagi hingga malam menyebabkan terjadinya erosi pada tanah sekitar lokasi penambangan. Pendangakalan air sungai di karena hanyutnya top-soil, sehingga sendimen sungai di penuhi lumpur di hilir dari pertambangan. Yang harus kita cermati bukan hanya tidak adanya pemasukkan ke kas daerah, tapi dampak dan terdampaknya bagi lingkungan sekitar serta hilir sungai tersebut
Untuk mendapatkan sirtu, batu atau pasir itu harus membuang 4 lapisan tanah, bisa di bayangkan berapa kubik Tanah yang hanyut sampai ke hilir, membuat keruhnya air sungai. Merusak biota yang hidup di dalam sungai, sebagai penyumbang sumber protein hewani ( lubuk larangan ) mengurangi pendapatan masyarakat yang bergantung hidupnya sepanjang sungai.
Kami yang tergabung dalam flpm ( Forum Lintas Pemerhati Merangin ) merasa tersentuh oleh paradigma ini. Menilik stetament ketua flpm sekaligus ketua AO Jambi ( Advokad Organisasi ), bung Rully Oktora SH. sangat menyayangkan terjadi-nya kejadian ini.
Kami minta pihak APH merazia dan menutup tambang-tambang serupa yang tidak ada izin-nya. Kepada pemerintah daerah, mohon di perhatikan agar penambang- penambang liar agar di tertibkan.
( nofita/ epi- tajuk jurnalist )